PAPUAmart.com Jalan Raya Sentani, Hawai No. 05, Sentani 99352, Kab. Jayapura, Papua, Telp. 0967-592677, SMS: 081286101000 Email: info@pasarpapua.com; info@papua.ws; info@papua.click

Pt PPMA dan Pusaka bahas Raperda Masyarakat Adat Kabupaten Mappi

Perda itu diharapkan mengakui keberadaan masyarakat adat, secara khusus suku-suku yang ada di Kabupaten Mappi

Penulis: CR-3 - Editor: Syofiardi 


Jayapura, Jubi – Pt PPMA (Perkumpulan Terbatas untuk Pengkajian dan Pemberdayaan Masyarakat Adat) Papua dan Yayasan Pusaka mengadakan Diskusi Kelompok Terpumpun atau FGD (Focus Group Discussion) membahas Raperda Pengakuan, Perlindungan, dan Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Ada Kabupaten Mappi, Provinsi Papua Selatan di Kantor Pt PPMA Papua, Buper Waena, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Kamis (16/05/2024).

Pt PPMA dan Yayasan Pusaka berkolaborasi mengadakan kegiatan FGD untuk mendampingi masyarakat adat dan Lembaga Masyarakat Adat dalam mendorong proses kebijakan daerah sebagai upaya melindungi dan menghormati keberadaan Masyarakat Adat dan hak-haknya.

Direktur Pt PPMA Papua Naomi Marasian mengatakan FGD merupakan tidak lanjut dari pertemuan yang sudah berjalan terkait penyusunan Raperda (Rancangan Peraturan Daerah) Masyarakat Adat di Kabupaten Mappi. Peraturan daerah atau perda tersebut, katanya, dibuat karena mengingat perubahan yang terjadi di Kabupaten Mapi, seperti pembukaan lahan untuk pembangunan dan ditambah DOB (Daerah Otonom Baru).

“Sehingga ada banyak sekali konflik atas hak ulayat di Kabupaten Mappi, baik konflik antar suku maupun konflik dengan pemerintah,” katanya.

Selain itu, tambah Marasian, juga melihat ada ancaman lain terhadap masyarakat adat terkait dengan terbukanya akses administrasi kabupatennya. “Dari sisi pembukaan DOB itu menyebabkan arus masuk semakin terbuka sehingga kami membuat peraturan ini,” ujarnya.

Hal penting lain sehingga Raperda Masyarakat Adat dibuat, menurut Marasian karena di Kabupaten Mappi wilayah geografisnya lebih banyak kawasan perairan dan rawa, sedangkan kawasan daratannya sedikit atau tidak luas. Lahan sedikit itu kalau dibuka dengan berbagai pembangunan maka masyarakat adat di Mappi akan kehilangan hak-haknya.

“Maka dari itu, Pt PPMA dan Pusaka, serta masyarakat adat Mappi, serta Pemerintah Kabupaten Mappi berharap bagaimana masyarakat adat ke depannya dari aspek kewilayahan masyarakat adat bisa terlindungi untuk keberlangsungan hidupnya,” katanya.

Sehingga dari persoalan-persoalan tersebut kemudian merujuk kepada keutuhan untuk mendorong kebijakan pengakuan terhadap masyarakat adat.

“Dan itu inisiatif dari masyarakat sendiri bersama dengan Lembaga Masyarakat Adat untuk membuat Perda Perlindungan Masyarakat Adat,” ujarnya.

Dalam beberapa diskusi yang dilakukan dengan Pemkab Mappi, terkait rencana pembuatan Raperda tersebut, kata Marasian, Pemkab Mappi juga mendukungnya.


Kontrol Masyarakat Adat masih kuat

Direktur Pt PPMA Papua Naomi Marasian mengatakan kontrol Masyarakat Adat di Kabupaten Mappi masih sangat kuat atas ulayat adat mereka. Karena itulah proses pembuatan perda dilakukan di Kabupaten Mappi. Sebab hal itu sangat penting untuk mendorong melalui regulasi. Regulasinya adalah pengakuan perlindungan dan juga penghormatan terhadap hak masyarakat adat.

“Dalam diskusi tadi ada beberapa masukan dan saran dari para ahli hukum, antropolog, dan akademisi yang harus ditambahkan di dalam raperda untuk nanti akan disiapkan menjadi perda,” katanya.

Ia berharap perda itu menjadi perda yang mengakui keberadaan masyarakat adat, secara khusus suku-suku yang ada di Kabupaten Mappi.

“Dari proses diskusi yang dilakukan hari ini kita mengundang para pakar atau ahli hukum. Juga ahli antropologi dan akademisi untuk melihat kembali apa yang masih kurang atau ditambahkan. Tentunya perda ini menjadi inisiatif masyarakat yang digagas Pt PPMA, Pusaka, dan juga Pemkab Mappi,” ujarnya.

Tigor Hutapea dari Yayasan Pusaka yang juga ikut dalam penyusunan ranperda mengatakan penyusunan perda terkait pengakuan penghormatan dan perlindungan masyarakat adat, karena realitasnya masyarakat adat sering diabaikan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan proses pembangunan ataupun dalam pemenuhan-pemenuhan haknya.

“Karena itu kita merasa perlu inisiasi sebuah aturan di tingkat lokal di daerah kabupaten untuk melindungi hak-hak masyarakat adat,” katanya

Hutapea yang juga advokat masyarakat adat menyampaikan dalam diskusi yang dilakukan dengan masyarakat, masyarakat juga senada melakukan hal yang sama, yaitu pembuatan perda yang mengakui keberadaan masyarakat adat di Kabupaten Mappi.

“Mereka sangat setuju kalau ada satu peraturan yang melindungi hak mereka, sebab selama ini tidak banyak perhatian terhadap hak-hak yang mereka miliki,” ujarnya.

Itulah, katanya, Pt PPMA dan Yayasan Pusaka membantu merumuskan peraturan tersebut dan hari ini bersama beberapa pakar hukum dan jahli antropologi memboboti peraturan tersebut. Setelah itu kembali lagi mendiskusikannya dengan masyarakat adat di Mappi.

Tigor berharap melalui perda tersebut masyarakat bisa bergerak menjalankan hak-haknya. Dalam diskusi, tambahnya, disampaikan jangan sampai perda ini sama dengan perda-perda lain yang membebani pemerintah daerah untuk melakukannya, tapi bagaimana perda tersebut bisa mendorong masyarakat untuk lebih berani memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam mereka.

“Termasuk juga bagaimana mereka mempertahankan hak-haknya, sehingga kita melihat biarlah masyarakat yang menjalankan perda ini, karena tadi kami mengevaluasi banyak perda-perda di daerah tidak jalan karena apa, karena ternyata pemerintah merasa bebannya terlalu besar sehingga mereka tidak mengalokasikan banyak sumber daya untuk menjalan perda masyarakat adat,” kata Tigor.

Dalam FGD, kata Tigor, melihat hal seperti itu maka harus merumuskan perda itu terbalik. Perda harus mendorong masyarakat yang bergerak. Tidak lagi meminta pertolongan kepada pemerintah untuk membantu masyarakat, tapi masyarakat yang mengelolanya sendiri.

“Dan itu direspon baik oleh Pemkab Mappi dan untuk membuat peraturan itu diserahkan kepada Pt PPMA Papua dan Pusaka untuk menyusun. Akhirnya kami inisiasi dan mencoba menyusunya dan nanti akan serahkan kepada pemda untuk menjadi pegangan agar perda ini berjalan,” katanya.

Setelah rancangan perda itu selesai, kemudian akan dibuat diskusi dengan pemerintah. “Dan yang paling penting diskusi dengan masyarakat adat, melihat raperda ini seperti apa, kemudian masyarakat yang akan menyerahkannya kepada pemerintah untuk proses selanjutnya, karena ini untuk kepentingan mereka,” ujar Tigor. (*)

Related Posts :

0 Response to "Pt PPMA dan Pusaka bahas Raperda Masyarakat Adat Kabupaten Mappi"

Total Tayangan Halaman

3,293